Allah SWT berfirman:
Artinya: 22. Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh,
yang demikian itu mudah bagi Allah. 23. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang
luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.
(QS al-Hadid [57]: 22-23).
1. Syekh DR Wahbah az-Zuhaili dalam kitab Tafsir “al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa alManhaj” menjelaskan makna ayat di atas sebagai berikut:
(Musibah itu pada dasarnya adalah segala sesuatu yang menimpa manusia berupa
kebaikan dan keburukan. Kemudian istilah musibah biasa dipakai untuk hal-hal yang buruk
saja seperti mandul dsb.)
(Dari ayat di atas jelaslah bahwa sedih yang tercela (tidak baik) itu adalah yang tidak
disertai oleh sikap sabar dan tidak diiringi oleh keridaan (kerelaan) atas ketentuan (qada
dan qadar) Allah SWT. Sedangkan senang yang dilarang adalah yang di dalamnya ada
kesombongan yang memapah pelakunya bersikap angkuh dan mengabaikan rasa syukur.
Ikrimah al-Barbari, pembantu sahabat mulia Abdulllah bin Abbas berkata, “Tidak ada
manusia yang tidak merasa sedih dan senang, melainkan kondisikanlah rasa senang itu
menjadi sikap syukur kepada Allah, demikian pula rasa sedih menjadi kesabaran).
2. Doa adalah cara agar kita bisa mengkondisikan hati. Maka, Kanjeng Nabi Muhammad saw
banyak memberi tuntunan doa-doa ketika hati sedang sedih. Di antara doanya:
(Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau serahkan
(penyelesaian) urusanku kepada diriku meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah seluruh
urusanku. Tiada Tuhan selain Engkau). (HR Ibnu Hibban).